BAB II ‘ARIYAH DAN ‘URF 1. ‘Ariyah 1.1 Pengertian pinjam meminjam Dalam kitab fiqh pinjam meminjam disebut dengan istilah “Ariyah” maka untuk pembahasan selanjutnya penulis akan menggantikan kata pinjam meminjam dengan memakai istilah ariyah. 1.1.1 Pengertian ariyah menurut bahasa (etimologi) Menurut etimologi, ariyah adalah ( لعارية ا ,(diambil dari kata (عار (yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata(التعاور ,(yang sama artinya dengan saling tukar menukar dan mengganti, yakni dalam tradisi pinjam meminjam. Bisa juga berarti pinjaman, sesuatu yang dipinjam, pergi dan beredar. (Haroen 2007, 238) 1.1.2 Pengertian ariyah menurut istilah(terminologi) Pengertian ariyah menurut istilah para ulama mendefenisikan dengan formulasi yang berbeda: 1) Pendapat Syarkhasih dan ulama Malikiyah. Artinya: pemindahan hak kepemilikan tentang suatu mamfaat tanpa ganti rugi. 2) Syafi’iyah dan Hanabilah. Artinya: pembolehan memanfaatkan barang (orang lain) tanpa ganti rugi. Diantara kedua defenisi di atas terdapat perbedaan kandungan yang membawa akibat hukum yang berbeda pula. Misalnya, ahmad meminjam kereta budi, apakah budi dibolehkan meminjamkan kereta itu kepada pihak ketiga (Adi)? Menurut defenisi pertama, orang yang meminjam kereta itu boleh meminjamkannya kepada pihak ketiga, karena ungkapan” kebebasan memanfaatkan” dalam defenisi itu, mengacu kepada 11 makna barang yang dipinjam bebas dipergunakan peminjam termasuk meminjakannya kepada pihak ketiga tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut defenisi kedua , orang yang meminjamkan kereta itu tidak boleh meminjamkannya kepada pihak ketiga, karena ungkapan “pembolehan pemanfaatkan barang orang lain” menunjukkan bahwa yang memanfaatkan barang itu hanya pihak peminjam. Berdasarkan beberapa pengertian ariyah yang telah dikemukakan oleh ulama fikih di atas maka terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan dalam mendefenisikan ariyah yaitu adanya pembolehan memeanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi. Disisi lain antara defenisi ini terdapat perbedaan diman ulama Malikiyah dan Imam Syarakhsi dengan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah tentang hal pemamfaatan barang yang dipinjam hanya pada pihak peminjam dan boleh meminjamkan kepada pihak lain (Ketiga). Ulama Malikiyah dan Imam Syarakhsi mengatakan bahwa al-ariyah merupakan akad y ng menyebabkan peminjaman “memiliki mamfaat” barang yang peminjam, oleh sebab itu pihak peminjam boleh meminjamkan barang itu kepada orang lain untuk dimamfaatkan, karena mamfaat barang itu telah jadi miliknya, kecuali apabila pemilik barang itu melarang peminjam untuk meminjamkannya kepada orang lain. Akan tetapi ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad al-ariyah itu hanya bersifat kebolehan memanfaaatkan benda itu. Oleh sebab itu, pemamnfaatan terbatas bagi pihak peminjam saja dan tidak boleh meminjamkan kepada orang lain. Kemudian mengenai status akad ariyah para ulama pun berbeda pendapat sebagian ulama berpendapat bahwa akad